Total Tayangan Halaman

Senin, 16 Januari 2012

My First Cerpen

Ini cerpen pertama ku yang ku rampungkan karena deadline :D -Gadis Kecil Pemberi Motivasi- ”Ayoo Tara ! Ayah sudah menunggu kamu tuh ”, teriak Ibu. ”Iya, bu. Tara suda siap kok. Tinggal berangkat”, jawab Tara sambil tersenyum. ”Kebiasaan deh kamu ! Selalu membuat Ayah menunggu” kata Ibu. ”Iya deh maaf. Lain kali ndak gitu lagi. Ya suda,Tara berangkat ya Bu. Assalamualaikum” kata Tara sambil mencium tangan Ibu. ”Waalaikumsalam, Hati-hati” kata Ibu. Seperti biasa Tara berangkat sekolah dengan diantar Ayahnya. Karena jarak antara sekolah dengan rumah Tara cukup jauh, jadi Ayahnya tak mengijinkan Tara membawa kendaraan sendiri. Meski Tara sudah cukup umur dan bisa membawa motor sendiri. Sesampainya di sekolah, terlihat beberapa siswa sedang mengerumuni papan mading sekolah. Tara pun merasa penasaran. Yang akhirnya membuat Tara mendekat di antara kerumunan siswa. Setelah tahu kalau ternyata isi papan mading itu adalah pengumuman lomba bermain piano. Tara langsung tersenyum. Ia merasa sangat senang. Karena lomba yang dinantikannya selama ini akhirnya diadakan. Tara pun berniat untuk mengikutinya. ”Heii !”, sapa Diana mengagetkan Tara. ”Astaghfirulloh.. Kamu itu ! mau bikin aku kena serangan jantung apa”, jawab Tara kaget. ”Hehehe... maaf maaf”, kata Diana. ”Ehh Diana, aku punya kabar bagus. Mau dengar ndak ?”, kata Tara. ”Iya. Kabar apa emang ?”, tanya Diana penasaran. ”Ada lomba main Piano tingkat kota !”, kata Tara sambil tersenyum bersemangat. ”Ohh ya ? Bagus dong. Kamu pasti ikut kan ? Kan lomba itu sudah kamu nantikan”, kata Diana mendukung. ”InsyaAllah” jawab Tara sambil tersenyum.  Tak terasa sekolah hari ini berakhir. Tara pun bergegas menelepon Ayahnya minta dijemput. Tapi, Ayahnya berkata kalau sore ini Ayahnya ada rapat mendadak. Yang artinya, Tara harus berusaha untuk pulang sendiri. Tara bingung, karena sekolah sudah sepi. Jadi, Tara memutuskan untuk berjalan mencari kendaraan umum. Tara terus berjalan. Setelah 5 menit kemudian, Tara menemukan sebuah taksi yang sedang berhenti di seberang jalan. Ia menunggu sampai jalan itu cukup sepi, agar ia dapat menyeberang. Tara menoleh ke kanan kiri untuk memastikan tak ada motor ataupun mobil yang melaju kencang. Pelan-pelan ia melangkahkan kakinya untuk menyeberang. Tanpa disadari, tiba-tiba ada sebuah mobil yang melaju sangat kencang dari arah samping kanan Tara. Bruakk.. mobil itu menabrak Tara. Tara langsung tergelempar jatuh. Darah mengalir di bawah kepalanya. Kakinya terasa kaku. Pandangannya gelap, dan ia pun pingsan. Sedangkan mobil yang menabraknya melarikan diri. Orang-orang langsung ramai mengerumuni Tara. Dan tak lama mobil ambulans datang membawanya ke rumah sakit terdekat.  Sudah hampir 2 minggu Tara berada di rumah sakit. Dan Tara belum sadar juga. Orang tuanya sangat sedih. Diana, sahabat Tara selalu datang setiap hari untuk menjenguknya. ”Tante... Tara ! Tara tante !”, teriak Diana tiba-tiba. Ibu Tara langsung berlari mendekati Diana. ”Kenapa dengan Tara, Diana ?”, tanya Ibu khawatir. ”Tara sudah sadar, tante”, jawab Diana sambil menangis bahagia. ”Benarkah ? Alhamdulillah..”, kata Ibu sambil menangis bahagia juga. ”Ini dimana, Bu ?” tanya Tara yang mulai tersadar. ”Ini di rumah sakit, nak”, jawab Ibu masih sambil menangis. ”Kakiku.. kakiku sakit sekali, Bu. Ndak bisa di gerakkan..”, kata Tara. Ibu Tara dan Diana saling memandang. Mereka bingung harus bilang apa pada Tara. Karena dokter bilang, bahwa kemungkinan kaki Tara mengalami kelumpuhan. Saraf kakinya rusak akibat benturan yang cukup keras, dan tak dapat berfungsi lagi secara maksimal.  2 Minggu kemudian Tara pulang dari rumah sakit. Tara terlihat sangat buruk. Semenjak dia mengetahui kalau kakinya lumpuh. Dia tak terlihat seperti Tara yang dulu, Tara yang selalu ceria dan bersemangat. Dan kenyataan bahwa dia harus menggunakan kursi roda. Suatu hari, Diana mengajak Tara ke taman. Tiba-tiba seorang Gadis kecil tak sengaja menabrak Diana dari belakang. “Astaghfirulloh..”, seru Diana terkejut. “Aduh maaf, kak. Maaf..”, kata Gadis kecil itu. ”Iya, ndak apa adek”, kata Diana tersenyum. ”Maaf ya kak. Ini permen Nana buat kakak. Sekali lagi Nana minta maaf”, kata Gadis kecil itu. ”Ya ampun.. iya ndak apa, dek. Makasi ya”, kata Diana. Gadis kecil itu menoleh ke arah Tara yang berada di samping kiri Diana. ”Halo kakak. Siapa nama kakak ?”, sapa Nana sambil tersenyum hangat pada Tara. ”Ini teman kakak, dek. Namanya Kak Tara,”, jawab Diana. Tara hanya diam. Nana, gadis kecil berumur 9 tahun yang bertemu dengan Diana dan Tara di taman hari ini membuat Diana terkesan. Diana teringat pada adiknya yang sudah meninggal. Mereka jadi sering bertemu Nana setiap berjalan-jalan di taman. Tara pun juga sudah mulai ikut berbincang-bincang dengan Diana dan Nana. “Oh ya Nana, kamu tinggal dimana ? Dan, kenapa kok kamu selalu main ke taman sendirian ?”, tanya Diana. Pertanyaan Diana membuat Tara penasaran juga. ”Iya, orang tuamu dimana ?” tanya Tara menambahkan. ”Nana tinggal di dekat sini kok kak. Kapan-kapan main ke rumah Nana aja !”, jawab Nana dengan tersenyum.  Suatu ketika, Tara dan Dian bertemu Nana di depan taman. ”Nana !”, seru Diana memanggil Nana. ”Halo kakak. Kakak berdua main ke rumah Nana sekarang yuk !”, ajak Nana. ”Boleh. Gimana, Ra ?”, tanya Diana pada Tara. ”Iya, ayoo !”, kata Tara. Mereka akhirnya berangkat. Diana berjalan sambil mendorong kursi roda Tara mengikuti Nana. ”Ayo masuk, kak. Ini rumah Nana”, ajak Nana. ”Hem ? iya iya”, kata Diana heran. Tara dan Diana heran melihat rumah Nana. Karena ternyata Nana tinggal di sebuah yayasan panti asuhan. Yayasan itu terlihat seperti rumah tua. Tak banyak anak disana. Mungkin hanya sekitar 15 anak. Tara dan Diana bertemu dengan Ibu Mina, pengurus yayasan. Ibu Mina bercerita tentang Nana. “Nana dulu dititipkan di yayasan ini oleh seorang bidan. Kata si bidan, Ibunya Nana meninggal saat Nana lahir. Ayahnya juga tak tahu ada dimana. Nana sekarang duduk di kelas 3 SD. Dia suka sekali bermain piano. Dia juga pernah menjadi juara termuda main piano waktu dia berumur 6 tahun”, tutur Ibu Mina. ”Wah.. dia kayak kamu, Ra. Suka Piano juga”, kata Diana. Setelah mengetahui tempat Nana tinggal sebenarnya. Diana dan Tara sering berkunjung ke yayasan itu. Semenjak itu Tara sering tersenyum. Tara merasa lebih beruntung dibandingkan Nana. Orang tuanya masih ada dan sangat menyayanginya. Tara berjanji dalam hatinya, dia akan semangat lagi. Seringkali Tara mengajak Nana ke rumahnya untuk bermain piano bersama. Tara berniat mengikuti lomba tingkat kota. Lomba itu diadakan 1 minggu lagi. Setiap hari Tara berlatih untuk menyiapkan lomba piano itu. Dia mendapat banyak pelajaran dan inspirasi dari Nana.  Hari yang dinantikan Tara akhirnya tiba. Hari ini tanggal 15 Juni, lomba bermain piano tingkat kota diadakan di balai kota. ”Aduhh.. Tara deg-degan, Bu”, kata Tara. ”Tarik napas dalam-dalam, hembuskan pelan-pelan. Setelah ini kamu tampil, Nak. Buktikan kamu bisa ! Semangat !”, kata Ibu memberi semangat. Akhirnya giliran Tara tampil. Tara mendorong roda kursi rodanya menuju ke piano ditengah panggung. Semua penonton terkesan dengan penampilan Tara. Tepuk tangan meriah mengakhiri penampilan Tara. Tara tersenyum senang di atas kursi rodanya. Dia melihat ke arah penonton. Ada orang tuanya, Diana dan teman-teman lainnya. Tapi Tara merasa ada yang kurang. Nana tak datang. Padahal Nana sudah berjanji pada Tara akan datang. Tiba saatnya pengumuman. Dan ternyata Tara mendapat juara 1. Lagu yang dimainkannya membuat semua orang dan para juri terkesan. Dia merasa sangat senang sekaligus merasa kecewa karena Nana tidak datang. ”Ra ! Nana, Ra !”, teriak Diana sambil berlari ke arah Tara. ”Nana kenapa ? Dimana dia ?”, tanya Tara bingung. ”Nana masuk rumah sakit. Kata Ibu Mina, Leukimia yang di deritanya... Hiks..”, jawab Diana sambil menangis. ”Nana ? Sakit Leukimia..”, kata Tara tak percaya. ”Iya, aku juga ndak percaya sebenarnya. Sebaiknya sekarang kita ke rumah sakit..”, kata Diana masih menangis.  Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung mencari kamar Nana. ”Pasien yang bernama Nana ada di ruang UGD”, kata seorang perawat di meja informasi. Mereka langsung ke UGD. Terlihat Ibu Mina di depan kamar. ”Bagaimana keadaan Nana, Bu ?”, tanya Tara sambil masih menangis. ”Nana masih belom sadar”, jawab Ibu Nana menangis ”Sudah sejak kapan Nana menderita penyakit Leukimia ? Kenapa Ibu ndak kasi tau kita ?”, tanya Diana sambil menangis. ”Ibu juga ndak tau pasti sejak kapan. Baru 3 bulan lalu penyakit Nana terdeteksi. Dan sudah memasuki stadium akhir.. ”, kata Ibu Mina menangis. Seorang dokter keluar dari kamar Nana. Dokter itu bilang kalau Nana ingin bertemu dengan Kak Tara dan Kak Diana. ”Kalian bole masuk. Tapi tolong jangan menangis dihadapan pasien”, tutur sang dokter. ”Baik, dok. Terima kasih”, kata Tara berusaha tersenyum. Diana mendorong kursi roda Tara memasuki kamar Nana. Mereka berusaha tidak menangis dihadapan Nana. ”Kak Tara... Kak Diana... ”, kata Nana terbata-bata. ”Iya, Nana”, jawab Tara dan Diana bersamaan. ”Nana minta maaf ya, Kak. Nana ndak bisa melihat penampilan Kak Tara”, kata Tara. “Iya, ndak papa. Yang penting sekarang Nana cepet sembuh. Nanti kita main piano bareng lagi”, kata Tara berusaha tersenyum. Nana tersenyum. Diana dan Tara juga ikut tersenyum. Walaupun sebenarnya dalam hati mereka menangis. Tiba-tiba... Nana tak sadarkan diri. Wajahnya pucat pasi. Dia menutup mata sambil tersenyum. Tara dan Diana berteriak menangis histeris. Membuat Ibu Mina dan Ibu Tara masuk ke kamar itu juga. Mereka semua menangis. Keesokan harinya Nana dimakamkan. Tara, Diana dan keluarga mereka datang melayat. Nana telah pergi. Gadis kecil yang membuat Tara semangat lagi, kini terbaring tenang di dalam tanah. Tara merasa sangat kehilangan. Dia berjanji dalam hati akan selalu bersyukur kepada Allah SWT dan akan selalu mengenang Nana. MOHON SARAN DAN KOMENT UNTUK PERBAIKAN YAA :D GOMAWO ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar